Kamis, 25 Agustus 2011

Tidurnya orang yang berpuasa adalah Ibadah


Ramadhan adalah bulan ibadah bagi setiap muslim. Bulan yang didalamnya diperintahkan untuk berpuasa, dianjurkan shalat tarawih, membaca al Qur’an, banyak bersedekah dan iti’kaf pada sepuluh hari terakhirnya.
Berbagai amal-amal ketaatan diperintahkan untuk dilakukan di bulan Ramadhan ini sebagai sebab untuk mendapatkan surga Allah yang pintu-pintunya dibuka khusus di bulan ini dan hendaklah menjauhi berbagai pelanggaran dan kemaksiatan yang dapat mendorongnya kedalam neraka, sebagaimana sabda Rasulullah 'alayhi sholatuwasallam, ”Apabila datang Ramadhan : pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Muslim). 
Untuk itu hendaklah setiap muslim bersabar didalam melaksanakan amal-amal tersebut menjadikan waktu-waktunya penuh dengannya dan menyedikitkan waktu tidurnya. Tidaklah dibenarkan seorang yang berpuasa hanya menghabiskan sepanjang siangnya dengan tidur meskipun hal ini tidaklah diharamkan selama dirinya masih menunaikan kewajiban-kewajiban shalat pada waktu-waktunya.
Tidaklah banyak kebaikan dan keberkahan yang bisa diraih oleh orang yang mengisi waktunya hanya dengan tidur saja karena dirinya telah kehilangan banyak kesempatan untuk beramal. 
Banyaknya tidur akan menafikan hikmah dari disyariatkannya berpuasa yaitu untuk melakukan jihad dengan dirinya melawan berbagai tarikan-tarikan hawa nafsu dan syahwatnya selama puasa. 
Hadits ”Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” terdapat didalam kitab ”Ihya Ulumuddin” milik Imam Ghazali. Namun al Iroqi mengatakan bahwa kami meriwayatkannya didalam ”Amalii Ibnu Mundah” dari riwayat Ibnul Mughiroh al Qowas dari Abdullah bin umar dengan sanad lemah atau mungkin Abdullah bin ’Amr. 

Adapun hadits lainnya yang berbunyi,”Tidurnya orang yang berpuasa ibadah, diamnya tasbih, doanya diijabah dan amalnya diterima.” maka menurut Syeikh Al Albani didalam kitabnya ”as Silsilah adh Dhaifah wa al Maudhu’ah” (10/230) adalah lemah.
Hadits itu diriwayatkan oleh Abu Muhammad bin Sho’id didalam ”Musnad Ibnu Abi Aufa” (2/120), ad Dailamiy (93/4) dan al Wahidiy didalam ’Al Wasith” (1/65/1) dari Sulaiman bin Amr dari Abdul Malik bin Umair dari Ibnu Abi Aufa. Syeikh Al Bani mengatakan bahwa hadits ini palsu, Sulaiman bin Umar adalah Abu Daud an Nakh’i adalah seorang pendusta.
Pemilik kitab ”Faidhul Qodir” mengatakan bahwa didalamnya terdapat Ma’ruf bin Hasan ia adalah salah seorang yang lemah sedangkan Sulaiman bin Umar an Nakh’i adalah orang yang lebih lemah darinya. 
Al Hafizh al Iroqi mengatakan bahwa didalam hadits itu terdapat Sulaiman an Nakh’i ia adalah salah seorang pendusta. (Faidhul Qodir juz VI hal 290).
Dengan demikian tidurnya orang yang berpuasa bukanlah ibadah karena hadits itu tidak bersumber dari Rasulullah 'alayhi sholatu wasallam.

Wallahu A’lam bishowab. 
[Sumber: Eramuslim.com]

Selasa, 23 Agustus 2011

Doa Berbuka Puasa yang diajarkan Nabi shalallahu'alayhi wasallam.

Tahukah anda bahwa doa berbuka puasa yang lazim kita baca dibuku2 pendidikan agama islam ternyata tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah 'alayhi sholatu wasallam.
Doa ini sering pula kita dengar di radio dan TV sesaat setelah kumandang adzan magrib dibulan Ramadhan.


Lafadz Doa berbuka puasa yang terkenal tersebut bersumber dari hadits sbb:


وعن معاذ بن زهرة قال : إن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت      

Dari Mu’adz bin Zahrah berkata: Bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam apabila berbuka mengucapkan: "Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu". HR Ibnu Sunni dalam kitabnya “Amalul Yaumi wal Lailah” dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhu (no. 481) dan Abu Dawud (no. 2358).

Dalam sanad hadits ini ada perawi Abdul Malik bin Harun bin Antarah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan Ad-Daruquthni. Dan beliau berkata: Yahya berkata: demikianlah dia. Abu Hatim berkata: dia matruk (ditinggalkan). Ibnu Qayyim berkata dalam Zadul Ma’ad 2/51: hadits ini tidak benar.
Syeikh Al-Albani dalam Dha'if Sunan Abu Dawud no. 510 beliau mengatakan: hadits ini lemah sanadnya disamping karena mursal (sanadnya terputus) juga perawinya Muadz bin Zahrah majhul (tidak dikenal) Lihat Irwaul Ghalil (4/38).

Beberapa lafadz doa berbuka lainnya yang menggunakan redaksi tambahan " ...Wabika amantu ...." dst. bahkan tidak jelas asal-usul sanadnya dan dihukumi hadits palsu.

Lalu bagaimanakah doa yang sesuai dengan sunnah?


Inilah doanya:



 ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.”
Artinya:Telah hilang dahaga dan telah basah kerongkongan dan pahala telah ditetapkan, Insya Allah


Doa tersebut disandarkan pada hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma yang menuturkan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apabila berbuka beliau berdoa : Dzahaba Dzoma’u Wabtallatil ‘Uruuqu Wa Tsabatal Ajru Insya Allah.” 
(HR. Abu Dawud no. 2357, al-Daruquthni, no. 2242. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, no. 2066 menghukuminya sebagai hadits hasan, al-Imam al-Daruquthni mengatakan: Isnadnya hasan, Al-Hakim mengatakan: Ini hadits shahih, dan Al-Hafidz Ibnul Hajar mengatakan: Ini hadits hasan)

Kapankah doa berbuka ini dibaca?


Sesuai nash hadits tersebut, doa berbuka puasa dibaca sesaat SETELAH kita membatalkan puasa, baik itu puasa wajib ataupun puasa sunnah. Sangat gamblang penjelasannya dalam kata " telah hilang dahaga ...dst". Wallahu'alam bishowab.



Life is a Journey

It began when we were born and will be ended when we close our eyes, either for temporary rest or might be rest in peace.

The common question for the traveler are;
Why we have to do this journey?
What is the purpose of this journey?
What is the destination of this journey?
What should we prepare for this journey?
What we should do during the journey?
What will happen during the journey?
What will happen at the end of the journey? will it end with happiness?
What will happen after we do the journey?
Did we travel alone?

For some other people it might be a lot of more specific questions raise in their head for facing the journey.
But in my opinion the question list mention above are the essential questions that we should answer all the way during our journey.

About the answer, some people will strongly believe that their way is correct, no matter what other people gave an advice, they always think Their answer will be the ultimate one. This group always mapping everything on to their head via their limited brain knowledge. They will check everything through their logical analysis. Do Brain storming, open debate and do any necessary actions to confirm their believe. Other believe different than what they think, it might be wrong and they will try hard to rethink it again and again while searching many supporting evidence which they hope match or support their idea. 

Some other people never make up their mind, they just follow others path to do their journey. And did you know, This is the most population in the pyramid which located at the bottom part.
They always thought that the most people way should be the correct one and should be safe for them.
"Hey... Look... every body follow that way with out problem, why don't we?"

To be continued.....